Tidak banyak pendaki yang memilih jalur ini dikarenakan jalurnya yang panjang, berat, bercabang dan tidak terlalu jelas. Namun hal ini lah yang memacu hasrat saya untuk mengunjungi gunung mistis tersebut, bahwasanya dari informasi yang saya baca dari om Google bahwa jalur Candi Cheto tersebut merupkan jalur pintu Ghaib Gunung Lawu.
This is Lawu, photo by Kharisa
Saya (Seseorang pencari ketenangan dan kedamaian hati), Ipoy (pendaki baru yang rela bertukar carrir demi mendapatkan costum yang contrast), Nunuz (“Anak Mentri si Wanita Orange”), Arie (Dokter team yang slalu tanggap dengan keluhan kami), Dendi ( Barista terbaik kita yang rela nungguin kopi racikan terbaik nya hingga lebih dari 30 menit selama di kereta), Iwan (Sang Pujangga), Tami (Ibu negara yang tidak mengenal lelah dengan tanjakan yang di sajikan jalur cetho), Karisha (pendaki wanita yg 2 minggu sebelumnya dari rinjani tapi gak ke Sagara Anak), Wisnu (Pendaki unik dengan etnik nya yang selalu gendong jelangkung di punggung ny), Oki (partner goyang muser2 nya wisnu yang rela sampai merangkak demi melalui jalur cheto), Ega (Hayati dari malang yang di perjuangkan ipoy dan wisnu), Jojo (Perintis jalur yang gak da diam nya dengan nyanyian galau nya) n then Awal (ketinggalan kereta dari jakarta). Sepakat untuk tetap melewati jalur ini demi membuktikan fakta yang tersembunyi dari Gunung Lawu.
12 Personil Pendakian
Akhirnya hari itu datang juga Sabtu 30 mei 2015, saya orang pertama yang tiba di st. senen sekaligus melengkapi kekurangan logistik yang belum ada duduk terhenyak, termangu di ruang tunggu selatan menghindari panas nya matahari menikmati dinginya AC ruangan itu. tidak lama arie, nunuz, ipoy, iwan, dendi menyusul, hanya tersisa karisa, tami dan awal hingga detik-detik terakhir keberangkatan sang “kereta malam“ dan pada akhirnya dengan kesedihan hati kami harus meninggalkan Awal.
Setelah menempuh perjalanan panjang lebih kurang 10 jam, tibalah saat nya kereta kami menepi di st. solo jebres tempat titik temu ke dua semua nya berkumpul, team jogja yang terdiri dari 3 orag yaitu jojo, oki, dan wisnu telah menanti di luar stasiun, begitu juga dengan bus sewaan kami pak Larto, driver terbaik yang pernah saya temui sepanjang hayat di kandung badan hingga saat ini yang rela menunggu hampir 2 jam di st. solo jebres dan 3 jam ketika pulang dengan harga yang murah meriah dan kondisi mobil yang bagus.
Setelah sedikit menunggu akhirnya Ega tiba jua setelah driver bus nya dari malang mengalami gejala mengantuk teramat sangat. Mungkin perlu minum kopi Racikan Barista kita, Finaly terkumpul sudah 12 pendaki dari berbagai daerah dengan misi yang sama dan tujuan yang sama membuktikan fakta tersembunyi Gunung Lawu. Berangkaaaatt !!!!!
St. Solo Jebres
Bus Pak Larto, backgroun Gn. Lawu
Setelah molor 1 jam dari schedule yang sudah saya rencanakan, tidak menunggu lama perjalanan pun dimulai dar Candi Cheto tanpa perlu melakukan pendaftaran dan bayar retribusi layak nya Gunung yang lain, di karenakan pada jalur ini tidak terdapat basecamp pendakian, sehingga pendakian ini tergolong Ilegal. hanya ada 1 team pendakian yang kami temui di lebih kurang 6 orang namun masih dalam kondisi istirahat.
BERANGKAATTT !!!!!
Start point Candi Cheto menuju pos 1 harus melewati komplek candi sampai arah simbol ke candi khetek yang merupakan candi terakhir melipir kekiri mengikuti jalanan setapak lebih kurang menghabiskan waktu hingga 1,5 jam dengan kondisi medan yang cukup landai.
Pos 1 menuju pos 2 menghabiskan waktu lebih kurang 1 jam dengan kondisi yang masih landai dengan vegetasi yang cukup rapat sehingga tidak begitu terasa jilatan panas dari matahari yang sangat cerah di saat itu. tetap pada formasi awal dimulai dari jojo sebagai perintis jalur mengikuti yang lain di belakang hingga saya pada posisi terakhir di karenakan jalan nya yang pelan bagaikan keong.
Tak lupa proses perjalanan yang slalu di abadikan oleh 4 ftografer kami yaitu Arie, Tami, Ipoy dan Nunuz (Kata “Fotografer” disini adalah yang menggunakan DSLR ya) namun yang sangat familiar dengan saya adalah 2 fotografer yang sering di posisi belakang yaitu ipoy dan nunuz, mungkin mereka kasian dengan saya gak ada yang motoin.
Medan yang di lalui dari pos 2 menuju pos 3 lumayan terlihat curam dan tentunya sangat terasa di paha dan betis sehingga mengakibatkan gesekan kecil pada perut yang menimbukan suara perut pertanda segera makan siang, di karenakan mengingat jalur yang akan di lalui menuju pos 4 sangat curam dan lama, maka kita putuskan untuk segera melahap nasi bungkus dan tempe kering buatan ibu kos nunuz dan kentang goreng buatan wanita cempaka putih sebagai bekal perjalanan ipoy.
Pendakian yang sebenarnya pun di mulai, menuju pos 4 yang menghabiskan waktu cukup lama hingga 2 jam dengan kondisi medan yang cukup curam, hampir sama dengan jalur nya linggar jati di Gn. Cireme dan Chuntel di Gn. Merbabu, namun ada hal menarik dan berbeda dengan kondisi jalur ini, yaitu bersih dari sampah-sampah manusia, sama dengan jalur Gn. Kerinci Atap Sumatra yang pernah saya kunjungi kala itu membuat saya terlempar dalam kenangan lama yang tidak pernah akan di lupakan. NO FLASHBACK.
"Gw Ngap bang, bentar ya",
begitulah kata-kata yang sering terdengar dari Ladies Orange hingga menuju pos 4.
"OK. Sip, Minum ? #sembari menyodorkan Aqua "
begitulah kata- kata yang sering saya Lontarkan.
Terlihat sudah garis lelah dari wajah mereka dengan cucuran keringat yang membasahi tubuh, baju sehingga memancarkan hawa panas dalam tubuh hingga terlihat kepulan asap karna di sambut oleh udara luar yang dingin, Nafas yang menderu, kantuk yang mendera hingga dapat melenyapkan kesadaran dalam hitungan detik ketika duduk melepaskan kepenatan dengan carrir sebagai sandaran yang melebihi nikmat ny tidur di kasur kosan saya. Namun meskipun begitu semangat juang dari mereka tak pernah luntur n memudar demi membuktikan Fakta tersembunyi dari Gn. Lawu.
N then, Fotograpi dapat menghilangkan lelah yang mendera dan sebagai obat kejenuhan (kata ladies Orange sih, kira-kira begitulah inti makna ny)
kalo kata saya sih : “Teman Seperjalanan mu lah yang menetukan, ada cerita berbeda di tiap perjalanan”.
Lebih kurang waktu telah menunjukan jam 15.50, pos 4 menjadi tempat beristirahat yang semakin menggoda untuk menjadikan tempat terakhir perisitrahatan, di karenakan kondisi personil dan malam yang sudah mulai dekat. tidak tau lagi berapa jarak ke pos-5 dan seberapa curam lagi untuk menuju pos tsb. Namun, munculah seorang pria dengan wajah khas jawa ny mengenakan celana pendek lapangan dan kaos oblong berhenti menyapa kita sembari beristirahat arah turun yang berarti dia telah melalui pos 5, kemudian secercah harapan telah membangkitkan dan membakar sisa-sisa semangat yang telah kami miliki setelah di perlihatkan koleksi foto yang ada di hp Mas jowo tersebut dengan berbagai cerita nya yang sangat antusias. “Saya lupa menanyakan nama nya”.
Dengan semangat baru kami kembali melanjutkan perjalanan menuju pos 5 dengan segenggam harapan yang saya rasa cukup untuk dapat mengantarkan kami sampai pos 5. sebenarnya medan menuju pos 5 tidak lagi curam seperti pos 3-4, namun karena lelah setelah jauh berjalan membuat perjalanan semakin berat, Anak mentri si Ladies Orange dan Saya tertinggal cukup jauh dari rombongan di depan dengan bahan bakar segenggam harapan yang mereka egang dengan kuat.
“mungkin saya dan nunuz membutuhkan 2 genggam biar lebih cepat.
"Gw Ngap bang, bentar ya",
begitulah kata-kata yang sering terdengar dari Ladies Orange hingga menuju pos 5.
OK. Sip, Minum ? #sembari menyodorkan Aqua
begitulah kata- kata yang sering saya Lontarkan.
Go to pos 5
The Finaly,
This is it,
kita tiba d pos 5 jam 17.00 lebih kurang nya dan tak lupa meng-abadikan momen pos 5, secuil dari fakta tersembunyi Gn. Lawu
Pos 5
Pagi sebelum melanjutkan ke Argo dalem
4 wanita ber carrir
Finally, Argo Dumilah
Terima kasih teman, saudara baru, perjalanan yang sangat mengesankan membuat saya ingin kembali bercengkrama dengan kesunyian dan ketenangan alam bersama kalian.


















No comments:
Post a Comment